Yuki

Source: Wanna Fact!?/Hiro
Thanks to: Natasha Wanda Aryand

Salah satu kerabatku meninggal secara tiba-tiba. Aku bahkan tidak pernah bertemu wanita yang meninggal itu, namun ia memiliki seorang putri berusia empat tahun bernama Yuki. Ayahnya tidak sanggup membesarkannya sehingga Yuki sendirian sekarang. Maka dari itu, Ayahnya meminta bibiku untuk membantunya merawat Yuki.

Gadis kecil itu selalu menolak untuk pergi sendirian dan selalu menempel di sisi bibiku. Hal ini mulai menjadi masalah karena bibiku tidak bisa pergi kemanapun tanpa Yuki yang selalu membutuhkan perhatian Bibiku. Bahkan putri kandung bibiku mulai iri pada Yuki.

Suatu hari bibiku berkata bahwa ia harus keluar kota selama beberapa hari. Ia memintaku untuk menjaga Yuki selama ia pergi. Aku menyetujuinya dengan senang hati, mengingat aku tinggal sendirian dan merasa yakin bahwa akan menyenangkan bila ditemani oleh seseorang di rumah.

Beberapa hari setelah itu, bibiku mengantar Yuki ke rumahku dan pergi. Ia berpesan pada gadis kecil itu untuk bersikap seperti anak yang baik.

Saat bibiku sudah pergi, aku berusaha mengobrol dan bermain dengan Yuki, tetapi gadis kecil itu memiliki sifat yang aneh.Dia selalu saja membawa-bawa sebuah teddy bear yang selalu ia peluk dengan erat. Ia tidak pernah tersenyum ataupun bicara. Ia hanya duduk di ujung ruangan dan memandangi dinding. Ini membuatku merasa sedikit tidak enak.

Saat aku mencoba menemukan sesuatu untuk menghiburnya, aku teringat bahwa aku baru saja membeli kamera digital yang baru.Saat aku memberikan milikku yang lama kepada Yuki, matanya terlihat berseri-seri. Setelah aku mengajarinya cara menggunakan kamera itu, ia mengitari apartemenku sambil mengambil dengan senyum lebar diwajahnya.

Malam itu, aku menyadari betapa sulitnya mengurus Yuki. Setiap kali aku akan meninggalkan ruangan, ia akan menangis dan menjeritkan namaku. Aku tidak bisa meninggalkannya
atau ia akan membuat keributan besar. Ia bahkan memaksaku ke kamar mandi bersamaku, dan itu sangat memalukan.

Ia menolak untuk tidur di kamar tamu dan tidur di kasurku. Aku membacakan dongeng untuknya, dan saat ia jatuh tertidur aku heran saat menyadari bahwa salah satu kaki bonekanya menghitam dan seakan-akan terbakar.

Tengah malam, aku terbangun karena suara yang aneh. Saat aku berbalik, aku melihat suara itu berasal dari Yuki.Air matanya bercucuran, wajahnya memerah dan giginya bergemelutukan sementara seluruh tubuhnya bergetar. Khawatir, aku memeluknya dan bertanya ada apa.

“Wanita hitam itu ada di sini lagi.” Isak Yuki “Ia memandangiku.”

Seketika bulu kudukku merinding. Aku mengitari ruangan sambil memaksa mulutku tersenyum, berusaha untuk membuktikan bahwa hanya ada kami berdua di dalam ruangan.Sekali atau dua kali aku melihat bayangan bergerak di ujung mataku dan sebuah aura menekan seakan-akan datang dari salah satu ujung ruangan, namun aku memberanikan diri demi Yuki.Butuh waktu lama bagiku untuk kembali menidurkannya, dan aura itu membuatku terjaga.

Esoknya, Yuki sudah kembali seperti biasa .Dia begitu menyukai kameraku sehingga aku tidak memisahkannya.

Pada hari ia dijemput bibiku, aku memberikan kamera itu padanya. Meskipun ia tidak mengatakan apapun, aku tau bahwa ia sangat senang.

Setelah mengantarkannya, aku bertandang kerumah bibiku dan meminum segelas teh. Bibiku berterima kasih padaku karena telah menjaga Yuki.

“Gadis yang malang.” Kata bibiku “Ia sama sekali tidak pernah mengatakan apapun sejak ibunya meninggal.”

Aku bertanya bagaimana ibu Yuki meninggal, dan bibiku menurunkan gelas tehnya yang akan ia seruput.

“Dia mati terbakar.”

Aku tertegun dan bertanya bagaimana kebakaran itu dimulai.

“Ibu Yuki bunuh diri.”Jawab bibi “ia memiliki banyak masalah. Suatu hari ia menyiramkan dirinya sendiri dengan minyak dan membakar dirinya hidup-hidup”

Aku terkesiap dan berkomentar betapa buruk nasib ibu itu.

“Begitulah. Keluarganya begitu terkejut, mereka merahasiakan kejadian itu dan berbohong bahwa apa yang terjadi hanyalah sebuah kecelakaan. Pemakaman yang dilakukan untuknya hanya kecil-kecilan dengan saudara dekat yang mendatangi, Yuki tidak datang.Dia bahkan tidak tau ibuya sudah meninggal, ia hanya diberi tau ibunya sedang berlibur panjang. Mereka tidak tega memberitahukannya yang sebenarnya.”

Saat perjalanan pulang, aku merasa sedih dan menyesali nasib tragis Yuki. Aku berdoa semoga kehidupannya setelah ini akan membaik.
************************************************

Beberapa hari setelah itu, Yuki meninggal.

Semua itu terjadi pada suatu malam saat bibiku ingin mengubah sifat Yuki.Ia memaksa Yuki tidur di kamarnya sendiri dan mengunci pintu saat gadis kecil itu mulai menangis dan menjerit. Pada pagi harinya, ia menemukan Yuki tergeletak tidak bernyawa di kasur.

Dokter-dokter tidak bisa menemukan alasan kematian Yuki.Tidak ada bekas luka di tubuhnya dan ia adalah gadis kecil yang sehat. Tidak ada penjelasan, ia hanya meninggal secara misterius malam itu.

Setelah pemakaman, aku mengambil kembali kamera yang kuberikan pada Yuki.Flash kamera itu sudah rusak (terbakar habis karena terlalu sering digunakan). Aku membawanya pulang sebagai kenang-kenangan gadis kecil itu.

Memory card kamera itu penuh dengan gambar yang diambil Yuki secara acak di sekitar apartemenku dan rumah bibi. Aku menghapus air mataku saat melihat-lihat isi kamera itu. Ada gambar bunga, anjing, belalang, permen, mainan… gambar-gambar konyol khas anak-anak.

Lalu aku sampai pada foto terakhir, dan darahku membeku.

Tanganku bergetar dengan hebat dan aku tidak dapat menjerit meskipun aku sangat ingin.

Inilah foto terakhir yang diambil gadis kecil itu sebelum kematiannya.
Foto

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Yuki"