Don't Go

Permalink gambar yang terpasang

27 December 2013.
Tap..tap..tap
Kau berjalan tergesa-gesa. Tidak menghiraukan pandangan orang-orang disekelilingmu yang menatapmu dengan tatapan aneh. Kau harus kuat, kau harus kuat. Tidak boleh menangis. Kau berbicara kepada dirimu sendiri. Kau membenci musim salju. Sangat membenci musim salju. Hatimu remuk ketika mengingat segala peristiwa yang berkaitan dengan musim salju. Kenapa harus ada musim salju di dunia ini? Kenapa musim salju disukai banyak orang tetapi tak sama sekali kau sukai? Kau mempercepat langkahmu agar segera sampai di apartemenmu. Setelah hampir 25 menit kau berjalan, akhirnya kau sampai di apartemenmu. Kau langsung berlari kedalam dan langsung memasuki lift. Matamu memanas. Tidak Jung Nami jangan menangis. Kumohon jangan begini. Kau menyemangati dirimu sendiri agar tidak menangis. Tapi apa dayamu ketika kau memang benar-benar ingin menangis? Kau tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan air mata beningmu turun dengan perlahan-lahan. Satu tetes..dua tetes..tiga tetes.. SHIT! Umpatmu dalam hati. Pintu lift terbuka. Kau berjalan kearah kamarmu dan segera menekan knop pintu kamarmu dan menutupnya dengan kasar. Kau melempar tasmu sembarangan. Lututmu langsung jatuh terduduk di belakang pintu. Air mata beningmu terus saja berjatuhan, malah semakin deras. Syalmu sampai basah gara-gara air mata pedih yang terus mengucur dari mata indahmu itu. Alex, aku merindukanmu. Ujarmu lirih.

***

15 July 2008.                          
“hey cantik”
“kau siapa? Aku tidak mengenalmu”
“ayolah Jung Nami, jangan marah terus. Aku tidak tahan jika harus berdiam-diaman denganmu selama hampir 2hari”
“aku rindu padamu”
“hey jangan diam begitu”
“Jung Nami ayolah…..”
Sungguh kau sangat ingin tertawa. Kau tidak tahan mendengar rintihan sedih yang dibuat-buat oleh kekasihmu itu. Tapi kau mencoba acuh, ingin melihat sampai sejauh mana kelakuan kekasihmu-Alex- yang berusaha berjuang agar kau berhenti marah.
“Jung Nami please..”
Kau menoleh dan… “hahahahahahaha” tawamu meledak sekarang. Lihatlah! Bibir yang mengerucut persis seperti anak kecil yang sedang ingin di belikan es krim. Mata yang berkedip-kedip seperti wanita-wanita murahan yang sedah merayu para lelaki agar mau menjadi pacarnya. Air mata yang menurutmu palsu sedang mengalir deras di pipinya padahal matanya sama sekali tidak memerah seperti orang yang sedang menangis. Oh My God! Perempuan macam mana yang tidak ingin tertawa melihat kekasihnya bertingkah konyol seperti itu?
“yak!! Jung Nami kau membohongi kekasihmu yang tampan ini?” ujar Alex-kekasihmu-yang terlihat kesal.
“stop menyebut dirimu tampan lelaki jelek. Dengan wajah yang seperti itu, apa itu bisa membuktikan kalau dirimu tampan?” balasmu dengan terkekeh.
“aku begini karena aku mengkhawatirkanmu. Tapi soal membuktikan ketampananku, aku memang tampan. Jika aku tidak tampan, bagaimana seorang Jung Nami bisa jatuh cinta padaku?” ucap Alex dengan wajah bangga dan mulai duduk disampingmu.
“aku tidak jatuh cinta padamu. Kau yang jatuh cinta padaku. Dasar lelaki aneh” kau berdiri dan membetulkan bajumu yang berantakan akibat terlalu banyak bergerak dan tertawa. Namun, sebelum kau beranjak pergi, Alex menarik tanganmu. Kau menoleh, Alex berkata “aku tidak menyangkal fakta itu. Dan kau yang paling salah karena telah membuatku jatuh cinta kepadamu dan membiarkanku jatuh kedalam auramu yang benar-benar bisa membuatku gila seperti ini!”
“dasar tukang gombal. Maaf tuan, saya tidak akan pernah tergoda dengan gombalan anda” kau mencibir dan menjitak kepala alex dengan tangan kirinya.
Ini adalah salah satu alasan Alex mencintai Nami, karena Nami tak pernah membiarkan dirinya jatuh dengan mudah dalam rayuan mautnya.
“mungkin kau tidak tergoda tuan putri. Tapi aku bisa merasakan aliran darahmu mendesir lebih cepat saat mendengar pengakuanku barusan. Aku serius Jung Nami! Kau tidak tahu betapa bahagianya aku menyadari kalau sekarang kau milikku!
Kau merasakan kalau pipimu memerah. Kau tertegun dengan perkataan Alex barusan. Jantungmu berdetak kencang. Satu tahun kau berpacaran dengan Alex dan satu tahun pula Alex membuatmu merasakan perasaan aneh seperti ini.
Kau membungkukan badanmu kedepan agar lebih dekat dengan Alex, dan membisikkan 7 kata yang langsung mampu membuat kekasihmu itu tersenyum “aku menyayangimu. Meskipun aku lebih menyayangi novel-novelku”

***

25 December 2008.
11.45
Kau  merasakan tanganmu mulai memutih. Setengah jam lebih sudah kau menunggu Alex, namun kekasihmu itu tak datang-datang juga. Setiap kau mengembuskan nafas, terlihat kepulan putih keluar dari hidung dan mulutmu. Ini adalah salah satu alasan kau membenci salju, kau tidak menyukai dingin, dingin membuatmu hampir mati kedinginan, dingin membuatmu malas untuk bergerak dan dingin membuatmu memakai pakaian tebal yang pastinya sangat berat dan membuatmu agak susah untuk bergerak.
Sebuah Lamborghini Murcielago LP 640 berhenti tiba-tiba di depanmu dan keluarlah seorang pria tampan dengan langkah tergesa-gesa menghampirimu, memandangmu khawatir. “apa kau sudah lama menunggu? Maaf aku terlambat, ada beberapa pekerjaan kantor yang mendadak harus ku selesaikan.” Sesalnya meminta maaf. Kau tersenyum kecil memastikan bahwa dirimu baik-baik saja. “tidak lex, aku juga baru saja datang”.
Alex tersenyum getir memandangmu. Gadisku memang benar-benar gadis yang kuat. Begitu katanya dalam hati. Ia tahu betul kalau kau setengah mati membenci salju. Dan hari ini ia membuat kekasihnya itu menunggu selama lebih dari setengah jam karena mereka ada janji untuk merayakan turunnya salju pada hari terakhir. Ia meraih tanganmu dan menggenggamnya. “tanganmu sudah dingin seperti es dan hampir membeku seperti ini, kau masih ingin membohongiku bahwa kau barusan datang?” tanyanya lembut. Kau melepaskan tanganmu dari genggaman kekasihmu, dan menaruhnya di kedua pipinya yang hangat. “aku tidak pergi dari sini meskipun kedinginan, karena aku percaya bahwa kau akan datang” desahmu lirih.

***

“kau tidak menyesal menemaniku disini kan?”
Kau menoleh. Bibirmu sudah memucat. Kentara sekali kalau kau sedang kedinginan.
“ah tidak. Aku tidak menyesal” ujarmu kaku dengan senyum yang sedikit di paksakan. Kalau saja bukan karena Alex, kau takkan sudi merelakan tubuhmu kedinginan di bawah turunnya hujan salju saat ini.
“bagaimana kalau kita pulang saja? Kau sudah terlihat seperti mayat es. Wajahmu dan bibirmu sudah memutih” Alex sibuk menawarkan ajakan untuk pulang.
Kau hanya menjawab dengan gelengan pelan sambil menggosok-nggosokan tangan dan menaruhnya di pipimu. Secara tiba-tiba Alex menyambar jemari pucatmu dan menggosoknya perlahan. Meniupnya sedikit demi sedikit agar suhu tubuh kekasihnya itu agak sedikit hangat.
“bagaimana? Apakah sudah lebih baik?” tanyanya sambil tersenyum.
“ah.. iya sudah agak mendingan” balasmu kikuk.
“apakah kau mau agar tubuhmu benar-benar lebih hangat lagi?”
“ah apakah bisa? Aku mau. Sangat mau”
Cup.
Kau mematung. Jantungmu rasanya mau copot. Tubuhmu lemas. Apa yang sudah Alex lakukan? Alex hanya mehe-mehe(?) melihat reaksimu. Ia tersenyum lebar.
“apa yang kau lakukan hah? Dasar lelaki kurang ajar! Kau merebut first kiss ku lex aahhhhhh dasar lelaki ngeres(?)” kau merengek sambil memukulkan tanganmu ke dada bidang Alex. Matamu berkaca-kaca. Kau hampir menangis. Alex sendiri pun tidak menyangka bahwa reaksi kekasihmu akan sampai seperti ini. Ia gelagapan meladeni perlakuan Nami. Dadanya juga merasa sakit karena terus-terusan di pukul tanpa ampun oleh Nami.
“hei hei maafkan aku. Aku tidak bermaksud merebutnya. Aku hanya ingin menghangatkan tubuhmu. Bukankah sekarang sudah hangat?” ucapnya cengengesan.
“memang sudah hangat. tapi itu yang pertama untukku….”
“oke bagaimana kalau ku berikan yang kedua? Tapi janji jangan menangis lagi. Kau terlihat jelek saat menangis”
Cup.
Tanpa seizin dari dirimu, Alex menciummu untuk yang kedua kalinya. Dan berhasil! Kau tidak menangis lagi. Kau hanya menundukkan kepalamu dalam-dalam untuk menutupi semburat merah yang sekarang bertengger manis di kedua pipi chubby-mu.
Kurasa, aku tak jadi membenci musim salju. Musim salju tak begitu buruk

***

Setelah insiden first kiss mereka, Alex tak pernah muncul lagi di hadapannya. Nomornya sudah tidak aktif lagi, rumahnya kosong. Ini hampir membuat Nami gila.
“alex, bodoh kau kemana? Angkat telfonku” ujarnya parau. Sudah hampir sebulan mereka tak pernah bertemu dan tak pernah berkomunikasi. Ia sudah mencoba mencari kekasihnya itu ke kantor, rumah, taman dan dimanapun ia mencari alex, ia tak pernah menemukannya.
“apa salahku? Kenapa kau menghilang begini hiks..”                     
“katanya kau tak akan pernah meninggalkanku? Tapi mana buktinya? Sekarang kau malah pergi menghilang tanpa kabar”
“sudah sebulan kau menghilang. Apa kau tak menyayangiku lagi? Jika iya, bicara denganku. Jangan seperti ini. Ini menyakitkan”
Sekarang ia seperti orang gila. Ia sering berbicara sendiri. Tubuhnya semakin kurus, matanya cekungnya semakin menjadi. Ia sudah kehilangan arah. Ia merindukan sosok Alex yang selalu membuatnya bahagia.
***
27 December 2013.
Drrtt…drrrtt…ddrtrrrt
Kau terbangun dari tidurmu karena terusik oleh getaran handphone-mu. Ternyata kau tertidur. Kau melihat jam dinding kamar apartementmu. Jam 16.45. Berarti aku sudah tertidur selama satu jam. Katamu dalam hati. Badanmu pegal-pegal karena tertidur dalam keadaan duduk membelakangi pintu. Matamu membengkak merah. Kau tertidur karena kelelahan menangis dan memikirkan masa lalumu yang indah, namun membuat hatimu sakit. Kau mulai berdiri dengan memegang meja yang berada di sampingmu sebagai tumpuanmu. Kau mengikat rambutmu lalu mengambil handphone-mu yang tergeletak di atas meja.
From: Alex.
Kau masih ingin bertemu denganku? Temui aku di Café tempat kita sering bertemu dulu.
Perlahan namun pasti, kau mulai memuntahkan seluruh keterkejutanmu dengan isakan kecil. Bahumu bergetar hebat, menandakan seberapa rapuhnya dirimu untuk saat ini. Kau mengutuk dirimu sendiri yang selalu saja lemah jika berhadapan dengan Alex. Kau melangkah dengan tertatih menuju kamar mandi. Menyambar handuk dan menghilang di balik pintu dengan isakan yang masih saja belum berhenti.
***
Sepasang mata memandang seorang gadis yang saat ini berjalan pelan dengan kepala yang terus menunduk. Syalnya yang tebal menutup lehernya secara keseluruhan, menandakan bahwa dirinya sedang amat kedinginan.
Kau bahkan tidak berubah Jung Nami. Ucap sepasang mata itu dengan ekspresi yang tidak bisa di jelaskan.

***

“oh dingin sekali” ujarmu pelan saat kau berjalan di pinggir kota dengan memakai pakaian hangat seadanya. Isakanmu sudah berhenti. Kau menyumpahi dirimu sendiri untuk tidak terlihat lemah di hadapan Alex. Kau berjanji tidak akan menangis di depannya. Kau sudah berjanji dan kau bertekad akan melakukannya.
Kau mulai melihat Café sederhana di seberang jalan, dari tempatmu berada saat ini. Memorimu kembali berputar mengisahkan bagaimana indahnya masa-masa 5 tahun lalu yang mau tidak mau membuat bibirmu tersenyum tulus. Kau mempercepat langkahmu, menyebrang jalan dan agak sedikit berlari ketika menyadari bahwa jarakmu dengan Café itu sudah semakin dekat. Ketika sudah mencapai depan pintu masuk, kau mulai membuka pintunya dan mendorongnya perlahan. Kepalamu celingak-celinguk kesana kemari mencari Alex yang meninggalkanmu hampir 4 tahun lamanya dengan sejuta pertanyaan yang masih tersimpan rapih dalam benakmu. Tanpa kau sadari ada sebuah tangan besar menutup matamu dan menuntunmu untuk berjalan mengikutinya. Kau tidak menolak, karena kau tahu sepasang tangan itu milik siapa. Kau dapat menghirup aroma parfum The Esscence milik orang itu. Semenit sudah kau berjalan dan sepasang tangan itu tiba-tiba terbuka dengan perlahan, sama seperti kedua matamu yang membuka pelan-pelan. Kau menatap sekitarmu dan kau menyadari kalau dirimu sekarang berada di lantai paling atas Café ini. Sepasang tangan melingkar di perutmu dan menyembunyikan wajahnya di lehermu. Keheningan menyelimutimu dan pemilik tangan yang sedang memelukmu saat ini, tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kalian.
“kau tidak merindukanku?” bisik Alex pelan. Ia memecah keheningan antara dirimu dan dirinya. Kau melirik Alex dari sudut matamu. Ingin sekali rasanya kau menjawab pertanyaannya bahwa kau juga sangat merindukan lelaki itu, namun kau merasa pita suaramu habis sehingga kau tak mampu mengeluarkan suara sedikit pun.
Kau tidak menjawab. Kau hanya menatap lurus pemandangan di depan matamu. Alex merasa kesal karena di acuhkan. Ia makin mempererat pelukannya di perutmu dan itu membuat tubuhmu semakin sesak karena saat ini kau sedang mengenakan pakaian tebal, meskipun secara tidak langsung pelukan itu membuatmu semakin hangat.
Kau tak bisa memungkiri bahwa saat ini perasaanmu sangat bahagia. Matamu mulai memanas lagi dan memuntahkan berlian-berlian bening tanpa kau sadari. Kau mengusapnya perlahan lalu melepaskan pelukan Alex dari tubuhmu. Alex menatapmu dengan tatapan tidak percaya. Kau semakin kurus Jung Nami, pipimu semakin tirus, dan matamu makin terlihat hitam dengan cekungan dalam di bawahnya. Batinnya pelan.
“kau kemana saja bodoh” tanyamu dengan suara tertahan. Berusaha menghentikan air matamu yang terus saja ingin memaksa keluar.
“4 tahun kau meninggalkanku tanpa kabar dan kepastian. Kau pikir menunggu itu enak?”
“kau bahkan tak pernah mengaktifkan handphone-mu dan itu membuatku tak bisa menghubungimu” katamu dengan emosi yang semakin menjadi. Kau bahkan menangis lagi. Kau mengingkari sumpahmu pada dirimu sendiri untuk tidak menangis di hadapan lelaki ini. Kau lelah, lelah di perlakukan seolah-olah kau tak ada.
Alex tersenyum tipis. Tangannya berusaha meraihmu, namu kau malah mundur beberapa langkah. Kau memegang ujung sweatermu kuat-kuat, menggigit bibir mungilmu dalam-dalam. Ini menyakitkan. Kau ingin sekali menariknya ke dalam pelukanmu, tapi tubuhmu bergerak lain. Tubuhmu membuatmu menggerakkan kakimu untuk melangkah beberapa langkah kebelakang.
“maafkan aku Jung Nami. Aku tidak bermaksud meninggalkanmu dan membuatmu menunggu. Aku hanya………. Tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatakannya”
“kau…..” tangismu pecah. Kau sudah tidak tahan lagi dengan keadaan yang membuatmu hampir gila seperti ini. Kau muak dengan segalanya. Kau muak dengan segala hal yang berbau dengan cinta.
Alex berlari meraihmu dan memelukmu, membiarkan isak tangismu memenuhi tubuhnya untuk saat ini. Ia mengusap punggungmu pelan. Berusaha menenangkan. Di otakmu kini berkelebat bayangan indah 1 tahun lalu waktu kau masih bersama dengannya. Merasakan sendunya hari dengan cinta. Memberikan kebahagiaan tersendiri di dalam hari-harimu yang selalu saja kelabu. Memberikan cahaya terang ketika kau menangis sesenggukan di belakang halaman rumahmu. Tapi itu dulu, 1 tahun yang lalu. Berbeda dengan 4 tahun kemudian, Alex meninggalkanmu tanpa kepastian yang jelas. Tanpa kabar, tanpa alasan dan tanpa sebab. Lalu sekarang dengan tiba-tiba dia muncul kembali di hadapanmu dan memberikan suatu alasan yang tabu. Yang sama sekali belum kau mengerti maksudnya. Kau kembali menangis keras. Tidak peduli dengan kemeja Alex yang saat ini sudah basah karena terkena air matamu. Kau tidak peduli. Kau hanya ingin Alex tahu bahwa kau merindukannya. Sangat merindukannya. Kau ingin dia tahu bukan dengan kata-kata, namun dengan hati. Dengan hatimu yang sampai saat ini masih menyimpan sejuta atau bahkan bermilyaran sel-sel cinta untuknya.
Alex memegang dagumu dan mengangkat kepalamu. Menatap matamu dalam. Ia mengecup keningmu sekilas, lalu turun ke mata, hidung dan telinga. Membisikkan sederet kata “aku sudah menemukannya. Aku menemukan cinta pertamaku. Aku mengenalnya ketika aku SMP. Saat SMA dia tiba-tiba menghilang dan aku tak pernah menemuinya lagi. Hidupku berubah kelam. Lalu secara tidak sengaja aku bertemu denganmu. Sifatmu, tingkahmu, kepribadianmu sangat mirip dengannya. Karena itulah aku ingin menjadikanmu milikku. Dan sekarang dia kembali, aku ingin memilikinya lagi dengan utuh!” ucapnya lirih. Kau mempererat pelukanmu begitupun dengannya. Rasanya kau tidak mau kehilangan Alex untuk yang ke dua kalinya. Tidak untuk saat ini. Ini terlalu cepat.
Selama 5 tahun lamanya kau mencintai Alex dengan tulus, dan Alex hanya mencintaimu sebagai sosok yang MIRIP dengan seseorang yang dicintainya. Penantianmu selama 4 tahun lamanya berakhir dengan sia-sia. Kau ingin sekali menamparnya, tapi tanganmu tak kuasa karena terhalang rasa cintamu yang begitu dalam untuknya.
Tiba-tiba semuanya menjadi goyang. Pandanganmu mengabur. Kepalamu pening sekali. Dan yang kau dengar terakhir kali ialah suara jeritan Alex, lalu semuanya hitam.

***

Cahaya itu tiba-tiba memasuki retinamu. Tetapi ini bukan matahari karena saat ini sudah malam, ini cahaya lampu. Kepalamu terasa sedikit berdenyut. Aku dimana?
“Nami, kau sudah sadar” suara berat Alex yang pertama kali kau dengar. Tangan hangatnya tak terlepas menggenggammu. Kau memandangnya dengan tatapan bingung. Kau juga melihat matanya yang memerah. Apa Alex menangis?
“Alex, kau menangis?” tanyamu khawatir. Alex semakin menggenggam erat tanganmu, bukan menjawab pertanyaanmu.
“kumohon jangan seperti ini Jung Nami. Kau membuatku takut. Kau membuatku khawatir”
“KAU TIDAK PERLU KHAWATIR LEX. KAU HANYA PERLU MENGATAKAN BAHWA KAU TADI SEDANG BERCANDA! IYAKAN? KATAKAN LEX CEPAT KATAKAN! KATAKAN BAHWA KAU TIDAK MENCINTAI ORANG LAIN SELAIN DIRIKU! KAU TIDAK MENCINTAI TEMAN SMPMU! KAU HANYA MENCINTAIKU KAN LEX?”  kau seperti orang gila sekarang. Berteriak-teriak sendu.  Air matamu sudah mengalir deras tanpa kau menyadarinya. Kau mengguncang tubuh Alex dengan keras. Matamu menyiratkan kepedihan yang mendalam. Alex tidak kuasa melihatmu seperti ini. Ia menarikmu kedalam pelukannya. Mencium kedua kelopak matamu dengan tenang dan mengecup bibirmu singkat. Lalu mengucapkan kata Maaf dan pergi meninggalkanmu sendiri. Sendiri meratapi hari. Sendiri dengan cintamu yang masih utuh untuknya. Sendiri, sendiri dan sendiri. Kau menutup mukamu dengan kedua tanganmu, tenggelam dengan isakan tangis rapuh. Serapuh hatimu saat ini. Badanmu bergetar hebat. Matamu memerah dan membengkak karena menangis terus. Kau mencoba mengambil tissue yang berada di dalam tasmu. Namun, bukan tissue yang kau temukan. Melainkan sebuah undangan apik berwarna merah. Kau merasa dunia benar-benar kiamat setelah menyadari bahwa itu sebuah undangan pernikahan. Alex akan menikah dengan orang yang dicintainnya dan itu bukan dengan kau. Kau benar-benar tega Alex! Kau tega!

***

Kau berjalan dengan gontai menuju gedung putih itu. Di dalamnya, terlihat Alex dengan Sasa sedang menukar cincin. Sekarang mereka telah resmi menjadi suami-istri. Hatimu kembali koyak ketika melihat Alex mencium kening Sasa. Dan kemudian, tatapan mata Alex tertuju padamu tanpa kau sangka. Kau menunjukkan senyuman lebar untuk menutupi rasa pedihmu. Kau berusaha untuk selalu terlihat tegar dan tidak lemah di depannya. Walaupun, pada dasarnya kau lebih rapuh dari garam yang selalu larut jika tercampur air.
Kau memutar balik badanmu, bergegas meninggalkan gedung putih itu. Kau meyakinkan dirimu bahwa semua kejadian ini adalah sebuah jembatan untuk mengantarmu kepada kebahagiaan yang sesungguhnya. Kau tidak akan bisa menumpas rasa cintamu kepada Alex, karena memang kau tidak akan pernah bisa melakukannya. Kau hanya akan menyimpan kisah ini di sedikit relung hatimu dan menjadikannya sebagai kenangan terindah. Terindah dalam hidupmu.
Tidak salah jika aku membenci musim salju. Dan setelah kejadian ini, aku semakin membenci salju. Demi tuhan aku membenci salju!
                                                                                                END

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Don't Go"